SIMFONI BERALAS BUMI
Indah; netra kelam milikmu seakan mampu menyihirku. Membawaku hanyut dalam kelamnya luka di sudut mata yang rapat tersimpan tanpa sepengetahuan. Terpana; sekilas aku tertipu oleh binarmu. Hingga akhirnya aku menemukan sedikit celah itu, sakit. Mengapa hatiku ikut berdenyut seolah ikut merasa kesakitan milikmu? Apa yang sebenarnya berusaha kau sembunyikan, Tuan? Tidakkah kau izinkan aku untuk ikut merasakan? Tenang; alunan merdu darimu kembali menyihirku. Kembali membawaku seolah ikut terjun dalam kelamnya duniamu, meski sebenarnya tak begitu. Benteng pertahanan itu terlalu kokoh untuk kurobohkan tanpa persiapan. Benteng milikmu masih terlalu tinggi untuk kupanjat seorang diri berteman sepi. Benteng itu; layaknya hal tabu. Lantas bagaimana selanjutnya, Tuan? Menari, bernyanyi lalu menatap indah pahatan Tuhan. Mengapa tak melakukan ini? Mengapa seakan buta dengan yang didamba? Mengapa seolah tuli dengan alunan yang terkasih? Mengapa? Salahkan jika kemudian begitu, Tuan? ©®Ruangrasagadisd...